RSS

Arsip Tag: Penjenjangan keprofesian di Industri

MODEL PENJENJANGAN AWAL SUMBERDAYA MANUSIA BERDASARKAN JENJANG KARIR FUNGSIONAL & ADAPTASI MODEL LANJUT KE PENJENJANGAN KARIR INDUSTRI MANUFAKTUR BAGI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI UNTUK MENINGKATKAN MUTU PELAKSANAAN TRIDARMA PERGURUAN TINGGI DAN MENINGKATKAN MUTU LULUSAN

MODEL PENJENJANGAN AWAL SUMBERDAYA MANUSIA BERDASARKAN JENJANG KARIR FUNGSIONAL & ADAPTASI MODEL LANJUT KE PENJENJANGAN KARIR INDUSTRI MANUFAKTUR BAGI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI UNTUK MENINGKATKAN MUTU PELAKSANAAN TRIDARMA PERGURUAN TINGGI DAN MENINGKATKAN MUTU LULUSAN

LATAR BELAKANG

Suatu institusi pendidikan dalam menjalankan fungsinya didukung oleh sumberdaya manusia yang berasal dari beragam latar belakang pendidikan dan pengalaman. Ada yang berstatus karyawan kontrak atau permanen, ada yang baru masuk kerja atau sudah lama bekerja, ada yang berasal dari jurusan teknik dan ada juga yang non teknik.  Walaupun kegiatan inti pada institusi pendidikan tinggi adalah melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi, namun evektivitas dan efisiensinya sangat dipengaruhi oleh unit-unit pendukung lainnya di institusi pendidikan tinggi. Artinya, semua sumberdaya yang ada memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan diri ataupun dikembangkan oleh institusi, dengan kata lain mendapatkan pembinaan karir dari institusinya. Sayangnya, apa yang sering kita jumpai dewasa ini adalah bahwa pembinaan karir hanya terkonsentrasi kepada pelaksana langsung tridarma perguruan tinggi seperti dosen saja, tidak menyentuh substansi menyeluruh dari sumberdaya yang ada pada suatu institusi pendidikan. Dapat diibaratkan sebagai suatu bangunan yang kokoh yang dapat rubuh diakibatkan karena lemahnya elemen-elemen pembentuk strukturnya pada saat pembangunan dilakukan.

Dengan berbagai latar belakang dan tugas yang beragam pada suatu institusi pendidikan, maka institusi yang bersangkutan  berkewajiban untuk memperhatikan semua sumberdaya yang ada, termasuk di dalamnya pengembangan karir (termasuk yang namanya cleaner / juru bersih sebagai elemen dari institusi yang juga perlu dikembangkan dan memiliki hak yang sama untuk dibina juga). Dengan beragamnya latar belakang dan pengalaman yang ada maka perlu dibuatkan suatu penjenjangan karir awal yang sifatnya generik dan berlaku secara umum bagi semua elemen sumberdaya manusia yang ada pada suatu institusi pendidikan tersebut. Tujuannya adalah memastikan bahwa Organisasi Tata Kerja yang ada dilakukan secara efektif dan efisien yang tidak terjebak ke dalam kegiatan rutinitas yang sifatnya administratif saja, dan menjamin keberlanjutan institusi tersebut dalam orde puluhan tahunan ke depan.

Jenjang Karir fungsional ini akan menjadi dasar bagi suatu intitusi pendidikan untuk menetapkan beberapa kebijakan seperti : penggajian karyawan, pemberian bonus, insentif, dan penghargaan lainnya yang sifatnya fluktuatif dan didasari atas kepentingan bersama. Artinya, seluruh pemasukan (income) bagi suatu institusi pendidikan yang  diperoleh dari pelaksanaan tridarma perguruan tinggi (atau diterjemahkan menjadi kegiatan P3KR / Pendidikan-Pelatihan-Produksi-Konsultasi dan Rekayasa) akan dibagikan ke seluruh sumberdaya manusia yang ada, baik yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung. Contohnya, seorang cleaner yang bertugas menyapu laboratorium pun akan mendapatkan insentif dari haril penelitian seorang dosen yang menggunakan jasa laboratorium tersebut.

Walaupun penjenjangan secara akademik (asisten ahli, lektor, lektor kepala, guru besar) dan penjenjangan keprofesian seperti PII / Persatuan Insinyur Indonesia telah ada (Insinyur Profesional muda, madya, dan utama), tetap penjenjangan yang diberlakukan pada suatu institusi pendidikan harus bisa mengakomodir pengembangan karir sumberdaya yang berada di luar area tersebut (dosen). Bukankah majunya suatu institusi ditentukan oleh kontribusi seluruh elemen sumberdayanya yang ada ? Termasuk pada institusi negeri yang menerapkan kepangkatan berdasarkan golongan ruangnya (IIA-4E).

Sudah sangat lazim dalam piramida tenaga kerja di industri bahwa posisi pejabat struktural yang ada sangat sedikit jumlahnya, sedangkan jumlah karyawan di dalam suatu institusi bisa mencapai ratusan, ribuan, bahkan puluhan ribu. Sehingga suatu pemikiran yang arif dan bijaksana bahwa kepakaran seseorang dapat disetarakan dengan posisi jabatan strukturalnya (termasuk apa-apa yang mengikutinya seperti home base salaries).

Sifat penjenjangan bernuansa degradasi, seperti dari putih ke hitam akan melawati fase abu-abu yang banyak sekali jumlahnya. Dan untuk merangsang kinerja pegawai, elok rasanya jika pengklasifikasian tidak hanya dibagi menjadi dua katagori yaitu staf dan non staf. Hal ini diperlukan untuk mendukung sistem kepakaran, karena sering dijumpai pada saat seseorang sudah berada pada posisi pucuk pimpinan, akan sungkan untuk turun ke bawah untuk mempertajam atau menularkan kepakarannya. Rata-rata berasumsi, jika sudah menjadi staf akan mendapat fasilitas mewah dengan hanya mengamati layar monitor yang ada di depan meja kerjanya. Terlebih adanya anggapan jika sudah berpredikat staff maka akan berhadapan dengan meja computer dan tidak perlu turun ke lapangan…..(padahal sistem kepakaran akan terjaga jika seseorang turun ke lapangan dan menularkan ilmunya).

Gambar-1_Contoh Penjenjangan Karier dan Profesi di IndonesiaGambar- 1 Contoh Penjenjangan Karir di Lingkup Pendidikan dan Profesi di Indonesia

Konsep yang akan dipaparkan dalam tulisan ini mulai dikembangkan oleh Politeknik Manufaktur Bandung pada tahun 2000 di bawah kepemimpinan direktur Bapak M. Iskandar N. Nataamijaya.  Yang pada pelaksanaannya dirumuskan oleh Tim terkait, dibahas di senat akademik, dan diujicobakan. Layaknya seperti mainan yang baru didapat, maka reaksipun akan timbul baik yang positif ataupun negatif. Suatu hal yang lumrah dalam suatu institusi yang bergerak maju ke depan dan dikenal dengan dinamika institusi.

Lewat tulisan ini, saya akan memaparkan apa yang pernah kami lakukan yang memiliki sasaran untuk menyediakan alternatif pemecahan masalah di dalam penjenjangan karier yang ada di Bangsa Ini. Yang pada awal ujicobanya bertujuan untuk menjamin pembinaan karir kepangkatan dan keprofesionalan pegawai melalui penetapan Jenjang Karir Fungsional dan Angka Kreditnya untuk Penjenjangan Awal Pegawai di Politeknik Manufaktur Bandung.

Selain itu akan dipaparkan juga penjenjangan karir yang diusulkan kepada Industri sesuai dengan core business (dalam hal ini diusulkan oleh Tim Teknik mesin ITB yang pada awalnya bernaung di Fakultas Teknik Industri / FTI-ITB dan sekatarang berada di bawah Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara / FTMD-ITB). Penulis merasa penting untuk memaparkannya mengingat pola yang ada dapat dijadikan acuan juga untuk pengembangan kurikulum yang ada dalam ruang lingkup rumpun program studi teknik mesin.

Apa yang diharapkan adalah agar setiap individu yang ada pada suatu institusi pendidikan ikut berkontribusi untuk memajukan institusinya tanpa terjebak ke pekerjaan yang sifatnya administratif rutin yang kadang menjemukan jika dilakukan tanpa suatu terobosan, seperti beberapa tantangan berikut :

  1. Bagian keuangan yang tidak melulu sibuk dengan urusan penggajian, bonus, dan piutang. Namun lebih tertantang untuk memahami ‘cash flow’ dan ‘margin profit’ suatu intitusi untuk menjamin sustainability selama puluhan tahun ke depan.
  2. Bagian administrasi umum dan kepegawaian yang dapat mengefektifkan dan mengefisienkan organisasi tata kerja untuk mengembangkan institusi.
  3. Bagian marketing yang gencar memasarkan sumberdaya yang dimiliki institusi termasuk jeli dalam melihat peluang di era global yang ada.
  4. Unit produksi yang siap menejemahkan keinginan pelanggan dalam ruang lingkup kualitas, biaya, ketepatan waktu, keamanan, dan moralitas.
  5. Unit kendali mutu yang selalu melakukan mengukuran kepuasan pelanggan untuk senantiasa merekomendasikan cara terbaik, terpintas, dan termurah untuk mengukur dan menjalankan organisasi.
  6. Unit Informasi & Teknologi yang dapat mengefisienkan sistem yang diterapkan berbasis IT dan jendela dunia.
  7. Unit kegiatan pemeliharaan dan perbaikan fasilitas yang mengupayakan zero downtime.
  8. Dan lain-lain yang masih banyak sekali jumlahnya, dan tergantung departemen yang ada di institusi.

Di akhir tulisan dikenalkan pula suatu usulan penjenjangan keprofesian di Industri, yang merupakan team Fakultas Teknik Industri-Institut Teknologi Bandung (FTI-ITB), yang pada saat itu Jurusan Teknik Mesin masih bernaung di FTI-ITB. Penulis menjadikannya literatur yang berasal dari laporan “PENGEMBANGAN PROFESI ENGINEER di NAM (National Astra Motor)” yang beranggotakan Dr. Ir. Djoko Suharto, Dr. Ir. Taufiq Rochim, Dr. Ir. Rochim Suratman, Dr. Ir. Bambang Widjanto sebagai Team Konsultan (Mesin, FTI-ITB) dari Bandung pada Bulan April 1992.

Dan dipaparkan pula mengenai apa yang dicitatakan oleh Dr. Ir. Taufiq Rochim berkaitan dengan penjenjangan berdasarkan profesi dan keahlian di bidang manufaktur. Penulis tertarik untuk memaparkannya secara sekilas dikarenakan isinya kental dengan nuansa industri, yang dewasa ini dapat dijadikan sebagai salah satu patokan bagi pengembangan profesi dan kurikulum sesuai kebutuhan industri (spesifik untuk domain teknik mesin). Dan dihasilkan oleh pakar-pakar Teknik Mesin yang ada di Indonesia, dan Alhamdulillah juga penulis pernah merasakan menjadi mahasiswanya beliau-beliau.

JENJANG KARIR FUNGSIONAL DAN ANGKA KREDITNYA UNTUK PENJENJANGAN AWAL PEGAWAI POLITEKNIK MANUFAKTUR BANDUNG [1]

1. UNSUR KEGIATAN

Langkah awal yang perlu ditetapkan adalah menentukan unsur-unsur kegiatan apa saja yang akan dinilai dan secara garis besar dikelompokkan menjadi dua katagori yaitu unsur pendidikan dan unsur pengalaman. Penetapan turunannya harus dipastikan agar dapat mengakomodir seluruh karyawan yang ada di institusi termasuk yang berasal dari unit pendukung. Pemetaan bisnis proses dan Organisasi Tata Kerja (OTK) merupakan keharusan yang mutlak dipenuhi.

Gambar-2_Unsur Kegiatan Penghitungan Angka Kredit Penjenjangan Awal

Gambar- 2 Unsur Kegiatan Penghitungan Angka Kredit Penjenjangan Awal [1]

 2. ANGKA KREDIT BERDASARKAN PENJENJANGAN

Penentuan golongan kepangkatan harus dilakukan secara seksama untuk memastikan bahwa pangkat dan jenjang tersebut dapat dicapai oleh karyawan yang ada di institusi (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit untuk dicapai). Penjenjangan dibagi ke dalam 4 kelompok yang terdiri atas pelaksana, penyelia, penata, dan Pembina. Dan setiap jenjang tersebut dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan angka kredit minimal yang harus dipenuhi. Berdasarkan penjenjangan tersebut, entry point suatu karyawan pada saat awal masuk kerja / bergabung dengan institusi tersebut dapat ditentukan. Penetapan angka kredit minimal terhadap pangkat harus dihitung secara benar dan disimulasikan sebelum ujicoba dilakukan.

Gambar-3_Jenjang-Pangkat-Kredit Penilaian

Gambar- 3 Jenjang, Pangkat, dan Angka Kredit Penilaian [1]

3. SUB UNSUR KEGIATAN DAN ANGKA KREDITNYA

Sub unsur pendidikan dirincikan ke dalam katagorikan pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal terdiri atas pendidikan akademik dan professional. Kedua jenis pendidikan formal tersebut dinilai berdasarkan pengklasifikasian yang diakui oleh institusi yang bersangkutan (boleh jadi dari luar atau dalam negeri). Sedangkan pendidikan non formal terbagi atas : Diklat (kursus/pelatihan/OJT/magang), Pertemuan ilmiah (konferensi/seminar/symposium/lokakarya/workshop/diskusi panel). Setiap sub unsur tersebut memiliki nilai angka kreditnya tersendiri.

Gambar-4_Rincian Jabatan Karier Fungsional dan Angka Kreditnya_Pendidikan

Gambar- 4  Sub Unsur Pendidikan dan Angka Kreditnya [1]

Sub unsur pengalaman terdiri atas :  sub unsur utama yang merupakan pengalaman dari masa kerja, dan sub unsur tambahan yang terdiri atas : Pernah menduduki jabatan struktural di organisasi/pimpinan dan; melaksanakan penelitian; Membuat/menulis diktat, modul, naskah tutorial, dan pengembangan program studi; kepanityaan, menjadi anggota satgas dalam menyelesaikan suatu proyek; menjadi anggota organisasi profesi; berperan aktif dalam pertemuan ilmiah; mendapat tanda jasa / penghargaan, mempunyai prestasi di bidang olahraga / humaniora.

Gambar-5_Rincian Jabatan Karier Fungsional dan Angka Kreditnya_Pengalaman

Gambar- 5 Sub Unsur Pengalaman  dan Angka Kreditnya [1]

4. SIMULASI PENJENJANGAN AWAL

Mengingat dalam institusi pendidikan yang ada terdiri dari beberapa karyawan yang mungkin pada saat masuk bekerja dengan status lulusan SD, SMP, ataupun SMA, maka simulasi perlu dilakukan juga untuk karyawan tersebut. Dalam gambar tersebut disimulasikan jika seorang lulsan SD masuk bekerja dan selama bekerja melakukan pendidikan lanjut ke jenjang yang lebih tinggi yaitu SMP dan SMA. Yang bersangkutan akan mendapatkan point angka kredit berdasarkan pendidikan dan pengalaman kerja. Pada contoh kasus tersebut berdasarkan pengumpulan angka kredit kumulatif sebanyak 240, maka yang bersangkutan dikatagorikan sebagai Penata level 11 (setelah mengabdi selama 23 tahun).

Gambar-6_Contoh Kasus-1 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif Karyawan Lulusan SD

Gambar- 6  Contoh Kasus-1 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif Karyawan Lulusan SD [1]

Pada contoh kasus berikutnya adalah seorang yang masuk bekerja di institusi dengan status lulusan SMA, kemudian yang bersangkutan melanjutkan kuliah S1 dengan tidak meninggalkan kerja. Yang bersangkutan memperoleh angka kredit kumulatif sebesar 442,5 yang berarti masuk ke dalam katagori Pembina level 13 (setelah mengabdi selama 23 tahun).

Gambar-7_Contoh Kasus-2 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif Karyawan Lulusan SMA

Gambar- 7 Contoh Kasus-2 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif Karyawan Lulusan SMA [1]

Pada contoh kasus berikutnya adalah seorang karyawan pada saat masuk bekerja merupakan lulusan D3, dan selama bekerja melanjutkan pendidikan S1 dan S2 di luar negeri. Yang bersangkutan memperoleh angka kredit kumulatif sebesar 520 dan masuk ke dalam katagori Pembina level 13 (setelah mengabdi selama 14 tahun)

Gambar-8_Contoh Kasus-3 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif Karyawan Lulusan D3 & Pernah On The Job Training Magang

Gambar- 8 Contoh Kasus-3 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif Karyawan Lulusan D3 [1]

Pada contoh kasus berikutnya adalah seorang karyawan pada saat masuk bekerja merupakan lulusan D3, dan selama bekerja melanjutkan pendidikan D4 setelah sebelumnya melakukan OJT. Yang bersangkutan memperoleh angka kredit kumulatif sebesar 285 dan masuk ke dalam katagori Penata level 11 (setelah mengabdi selama 10 tahun).

Gambar-9_Contoh Kasus-4 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif

Gambar- 9 Contoh Kasus-4 Perhitungan Angka Kredit Kumulatif Karyawan Lulusan D3 & Pernah On The Job Training / Magang [1]

5. MEKANISME PENJENJANGAN AWAL

Pada pelaksanaannya diperlukan formulir pendataan yang diisi oleh setiap karyawan, dan setiap karyawan melakukan penilaian sendiri terlebih dahulu, kemudian akan dinilai ulang / divalidasi oleh tim penilai. Karyawan yang bersangkutan menyiapkan berkas dan dokumen lampiran yang diperlukan untuk penjenjangan awal. Apa yang dapat dipelajari adalah transparansi dan akuntabilitas sistem yang diterapkan, nilai positif yang dapat diambil adalah bahwa karyawan dapat menghitung dan menentukan posisinya sendiri, tentunya hasil verifikasi dan validasi oleh tim yang akan memutuskannya dengan mempertimbangkan keabsahan dokumen lampirannya.

Gambar-10_Daftar Usul Penjenjangan Awal Pegawai

Gambar- 10 Daftar Usul Penjenjangan Awal Pegawai Oleh Karyawan [1]

Untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan penjenjangan awal, diperlukan suatu komitmen yang dituangkan secara terjadwal, dan setiap kegiatan memiliki targetnya masing-masing. Secara garis besar kegiatan utama dibagi atas persiapan, pendataan, dan penerapan. Dan setiap kegiatan utama tersebut dijabarkan ke dalam kegiatan yang lebih rinci lagi.

Gambar-11_Jadwal Perencanaan Penjenjangan Awal

Gambar- 11 Jadwal  Perencanaan Penjenjangan Awal [1]

Kegiatan yang lebih rinci terdiri atas 12 kegiatan disertai dengan penjelasan apa yang harus dikerjakan dan oleh siapa kegiatan tersebut dilakukan.

Gambar-12_Rincian Kegiatan pada Jadwal Perencanaan Penjenjangan Awal

Gambar- 12 Rincian Kegiatan pada Jadwal Perencanaan Penjenjangan Awal [1]

Keberhasilan dari penjenjangan awal tersebut tidak lepas dari komitmen manajemen untuk merealisasikannya. Yang perlu dicatat adalah bahwa setiap sumberdaya yang ada pada suatu institusi memiliki hak yang sama untuk dikembangkan karirnya sesuai dengan kebutuhan institusi. Contoh kasus yang penulis alami adalah seorang karyawan yang dulunya bertugas sebagai cleaner /  juru bersih dan satpam , ternyata dapat dikembangkan menjadi staf logistic dan staf administrasi akademik. Sekali lagi ini adalah contoh kasus riil yang dijumpai dan memerlukan kejelian pengelola institusi untuk menerapkannya.

Setelah penjenjangan awal selesai dilakukan, maka sebagai salah satu konsekwensinya adalah penyesuaian terhadap penggajian, insentif bulanan, dan bonus karyawan, dan perangkat adminstrasi lainnya. Tentunya semuanya itu disesuaikan dengan kondisi institusi pendidikan yang bersangkutan.  Apa yang dirasakan adalah setiap individu berupaya untuk memajukan institusinya karena kejelasan posisi dan karir karyawan yang bersangkutan di institusi tersebut. Sebagai salah satu contoh hasil penjenjangan awal adalah diri saya sendiri yang dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar-13_Contoh Penjenjangan Awal JKF Polman Bandung-Duddy Arisandi

Gambar- 13 Contoh Penjenjangan Awal JKF Polman Bandung-Duddy Arisandi

PENJENJANGAN KARIR SPESIFIK BERIKUTNYA SESUAI DENGAN CORE BUSINESS DI BIDANG MANUFAKTUR, TEKNOLOGI DAN KEPROFESIANNYA

Pengembangan tahap berikutnya adalah penyesuaian terhadap bidang-bidang keahlian yang ada di institusi, dikarenakan beragamnya latar belakang disiplin ilmu dan jenis pekerjaan yang ada. Terlebih di dalam dunia pendidikan terkait jurusan teknik mesin.  Keahlian dan pengakuan di bidang keinsinyuran akan diterjemahkan oleh institusi pendidikan ke dalam kegiatan berproduksi, merekayasa, meneliti, konsultasi, dan pelatihan.  Dan sudah selayaknya bahwa institusi pendidikan menjadi pionir juga di dalam bidang keahlian yang ada di industri.

Apa yang jarang dijumpai di dalam sistem pendidikan bangsa ini adalah kondisi di mana bidang pendidikan dapat mentriger kebutuhan kompetensi apa yang diperlukan oleh industri. Kondisi yang ada adalah bahwa pendidikan yang dilakukan berkiblat ke industri untuk menentukan kebutuhan kompetensi sesuai lapangan pekerjaan yang ada di industri. Kondisi tersebut dapat dimaklumi mengingat laju perkembangan teknologi didahului oleh industri karena fihak merekalah yang memiliki dana yang cukup untuk membeli fasilitas dan mengikuti trend teknologi yang ada. Dengan kata lain, trend teknologi yang ada di bangsa ini dipicu oleh industri, dan bukannya dipicu oleh dunia pendidikan melalui hasil riset dan penelitiannya.

Karena sistem yang berlaku memang sudah seperti itu, maka tidak ada salahnya kita mengungkap bagaimana penjenjangan yang ada di industri. Khususnya manfaat bagi lingkup pendidikan adalah untuk menyiapkan mahasiswanya melalui racikan kurikulum yang ada. Selain itu, khususnya untuk kondisi di Indonesia, setiap lulusan akan melakukan proses pencarian tenaga kerja sendiri (sangat jarang yang disediakan oleh institusi pendidikannya melalui bursa tenaga kerja / job fair).

  1. CONTOH KASUS USULAN PENGEMBANGAN KARIR DI PT NASIONAL ASTRA MOTOR (NAM) [2]

BIDANG KEAHLIAN

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa PT NAM terkenal dengan core business otomotifnya dan memiliki sarana dan prasarana yang mumpuni untuk mengembangkan bidang otomotif di Bangsa ini (walaupun sampai dengan saat ini designnya belum 100% berasal dari anak bangsa). Untuk mendukung business process-nya (industri manufaktur) diperlukan 3 jenis bidang keahlian berupa : Design, Manufacturing, dan machineries & Equipment Maintenance.

Penentuan bidang keahlian didasarkan pada dua hal, yaitu :

  • Klasifikasi rumpun teknologi yang sudah baku (umum), dan
  • Bidang keahlian yang diperlukan perusahaan saat ini.

Bidang keahlian yang diusulkan memiliki masa untuk 5 tahun ke depan (terhitung tahun 1992). Bidang-bidang tersebut dapat berkembang sesuai kebutuhannya. Cara penentuan bidang keahlian harus memenuhi kedua falsafah berikut :

  • Bidang keahlian tidak terlalu sempit dan juga tidak terlalu lebar sehingga relatif mudah dikuasai oleh seorang engineer, dan
  • Dalam pelaksanaan pekerjaannya seorang engineer akan berinteraksi dengan bidang keahlian lain maka seharusnya engineer tersebut mengetahui bidang keahlian yang terkait. Tipe yang dituju adalah tipe ‘T’ yaitu berpengatuan yang luas dalam bidang yang lain yang dicerminkan oleh garis horizontal dan menguasai keahliannya (garis vertikal). Dalam perkembangannya, bila seorang sangat mampu maka yang bersangkutan dapat berkembang menjadi tipe ‘V’ (menguasai dua bidang keahlian dan berpengetahuan sangat luas), atau tipe ‘W’ (menguasai dua bidang keahlian mayor dan dua bidang keahlian minor serta berpengetahuan luas)

Gambar-14_Bidang Keahlian yang dibutuhkan oleh Industri

Gambar- 14 Bidang Keahlian Yang Dibutuhkan Oleh Industri [2]

 RUMUSAN KRITERIA UNJUK KERJA

Penentuan kriteria unjuk kerja (performance) personil untuk setiap Jenjang Kepangkatan secara umum ditunjukkan pada gambar-15. Unjuk kerja ini ditinjau dari 3 aspek utama :

  1. Tingkat Pengetahuan dan Ketrampilan yaitu Basic, Specific, System, Optimization, Advance, dan Integration.
  2. Tingkat alih pengetahuan yang meliputi Learning, Assisting, Tutoring, dan Advising serta
  3. Tingkat tugas dan kewajiban dengan rincian Operating, Supervising, Managing, dan Directing.

Dengan mendasarkan kombinasi yang dianggap seimbang diantara ketiga aspek tersebut maka rincian yang spesifik mengenai kemampuan personil pada setiap bidang/pekerjaan akan lebih mudah untuk dibuat.

Tentunya masih ada kriteria lain yang dipakai untuk menilai kepantasan seseorang untuk naik jenjang misalnya :

  • Secara khusus memahami dan melaksanakan ‘TOYOTA Production System
  • Secara umum adalah kematangan diri, loyalitas, jasa dan lainnya.

Kedua hal tersebut tidak akan dibahas.

Gambar-15_Rumusan Kriteria Unjuk Kerja

Gambar- 15 Rumusan Kriteria Unjuk Kerja [2]

Tingkatan pengetahuan dan ketrampilan dasar (basic) pantas untuk dimiliki seorang engineer sesuai dengan pekerjaan yang harus dilakukannya sebagai pemula. Setelah menempuh masa kerja tertentu ia akan mempunyai pengalaman khusus yang menjadikannya berciri spesifik. Kemudian setelah ia paham akan keterkaitan beberapa komponen yang membentuk suatu system tertentu maka pengetahuan dan keterampilannya boleh dikatakan setaraf dengan yang dimiliki oleh seorang senior engineer. Bagi seorang chief engineer kemampuannya harus lebih tinggi dalam hal pengefektifan sistem sehingga menjadi optimum dalam keanekaragaman kendala, alternatif, dan obyektif. Mesin, peralatan, dan teknologi selalu berkembang ke tingkat yang lebih maju/canggih (advance) dan perusahaan dapat memanfaatkannya “jika dan hanya jika” memiliki senior chief engineer yang mampu mengikuti dan mendalami kemajuan tersebut. Akhirnya, integrasi dari beberapa sistem kecil menjadi sistem yang lebih besar merupakan kecakapan dari technical advisor atau senior technical advisor sesuai dengan tingkat kematangannya.

Seorang engineer harus diberi kesempatan pertama untuk belajar sementara tugas utamanya adalah mengoperasikan/menjalankan pekerjaan pemula di bawah supervise senior enginer. Senior engineer ini memang diharapkan mampu membantu (assist) seorang atau sekelompok engineer atau technician. Sebenarnya, pada jenjang yang manapun, semua orang harus melaksanakan proses belajar untuk memperkaya pengetahuannya. Sebagai kewajiban tambahan, mulai dari jenjang senior engineer sampai pada senior technical advisor, yang bersangkutan harus mampu memberikan kembali pengetahuannya kepada para engineer di bawahnya melalui kombinasi kewajiban dan tugas misalnya assisting-supervising, tutorial-managing, dan advising-directing. Bentuk transfer of knowledge dapat berupa on the spot advising, pelatihan informal, kursus/pelatihan (in house) atau penulisan penuntun/manual.

Kriteria yang dijelaskan pada gambar berikut tidak harus dipenuhi seluruhnya secara berimbang oleh seorang engineer dari berbagai jenjang. Pada bidang keahlian tertentu dimana diperlukan organisasi kecil atau bahkan dapat bekerja sendiri (misalnya product designer) kriteria manajemen tidak perlu ditekankan. Demikian pula dengan kriteria transfer of knowledge yang mungkin tidak bisa dipaksakan karena seorang engineer yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi belum tentu berbakat untuk mengalihkan kemampuannya dengan baik. Namun seorang engineer yang secara simultan dapat memenuhi ketiga kriteria tersebut dinilai mempunyai nilai lebih dan dapat dipromosikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Format umum penjenjangan diperlihatkan pada gambar-16. Gambar tersebut merupakan guide line yang fleksibel dan tidak harus diikuti secara kaku. Materi dalam guide line dapat diubah sesuai dengan kondisi perusahaan maupun perkembangan kebutuhan serta kemajuan teknologi.

Persyaratan minimal yang harus dikuasai calon yang berijazah S1 atau yang dianggap mempunyai ketrampilan dasar mula yang setaraf sesuai dengan bidang yang akan diisi. Perusahaan ASTRA (harus) mengusahakan pencapaian hal ini melalui program penyaringan calon yang efektif (1-2 bulan ).

CONTOH KASUS BIDANG ‘MACHINERIES & EQUIPMENT MAINTENANCE’

Pengetahuan dasar yang harus dikuasai sebagai prasyarat masuk jenjang IV A Enginner adalah : Gambar Teknik/Mesin, Mesin Perkakas, Perkakas Bantu, Mekatronik, Teknik Tenaga Listrik, Proses Produksi.

Gambar-16_Format Umum Penjenjangan Engineer_Machineries & Equipment Maintenance

Gambar- 16 Materi Kenaikan Jenjang Bidang Machineries & Equipment Maintenance[2]

POLA UMUM CARA PENILAIAN

Penilaian kemampuan dan unjuk kerja dari engineer pada bidangnya masing-masing dilakukan dengan pola berikut :

  1. Penilaian pengetahuan dan skill dengan cara :
  • Menunjukkan data pengalaman dan prestasi yang pernah dilakukan atau dicapai
  • Ujian komprehensif atas pengetahuan secara tertulis atau lisan (wawancara), bila perlu dengan mendemonstrasikan skill-nya.
  1. Penilaian lainnya yang sesuai dengan standard ASTRA (pemahaman TOYOTA Production System, potensi, loyalitas, kematangan diri, dan lain-lain).

Kenaikan tingkat pada jenjang engineer yang sama , misalnya dari IVA ke IV B , digunakan dengan metoda yang sudah ada. Penilaian pengetahuan dan skill dilakukan bila engineer yang bersangkutan akan beralih jenjang. Untuk menerapkan sistem penjenjangan dan penilaian seperti yang dirancang ini diperlukan masa transisi. Selain itu perusahaan ASTRA harus menggunakan beberapa hal untuk menunjang keberhasilan sistem penjenjangan & penilaian ini, yaitu antara lain :

  1. Menyebarlan luas tentang sistem penjenjangan dan penilaian engineer.
  2. Membuat basis data mengenai pengetahuan, skill, dan prestasi dari setiap engineer dan updating basis data tersebut secara rutin.
  3. Menetapkan jenis dan tingkat kedalaman materi ujian kenaikan jenjang pada setiap perioda tertentu dan memperbaikinya.
  4. Memberikan kesempatan bagi para engineer untuk menguasai materi seperti yang tercantum dalam format umum penjenjangan dengan penugasan yang sesuai serta mengadakan program pelatihan terarah, terencana, dan berkesinambungan.
  5. Memberikan kesempatan bagi para engineer untuk menyiapkan diri (mempelajari materi yang akan diujikan), misalnya dengan mengurangi beban rutin selama beberapa minggu sebelum ujian.

Contoh kasus format ujian kenaikan jenjang dari berbagai bidang disajikan dengan format seperti berikut (untuk bidang Machineries & Equipment Maintenance) :

Gambar-17_Materi Kenaikan Jenjang-1_Machineries & Equipment Maintenance

Gambar- 17 Materi Kenaikan Jenjang Bidang Machineries & Equipment Maintenance (IVA/B ke IVC) [2]

Gambar-18_Materi Kenaikan Jenjang-2_Machineries & Equipment Maintenance

Gambar- 18 Materi Kenaikan Jenjang Bidang Machineries & Equipment Maintenance (IVC/D ke IVE) [2]

2. TEKNOLOGI YANG DITERAPKAN DI INDUSTRI MANUFAKTUR [3]

Karena membuat beragam jenis produk terutama yang berbasis logam, industri manufaktur, khususnya industri engineering memerlukan berbagai jenis teknologi perancangan, pembuatan, dan pengelolaan proses produksi. Secara garis besar teknologi ini bisa dikelompokkan menjadi :

  1. TEKNOLOGI / REKAYASA PERANCANGAN (ENGINEERING DESIGN)
    • Rekayasa Teori, Terapan, Simulasi, Optimasi (Theoritical, Application, Simulation, Optimization Engineering)
    • Rekayasa Geometrik (Drawing and Tolerance Engineering)
    • Pemilihan Material atau Komponen (Material and Component Selection, Standardization)
    • Perancangan Sistem, Pengontrolan/Otomasi, Kehandalan (Total System Design, Control/Automation, Reliability)
    • Pengembangan, Pembaruan, dan Pengelolaan Basis Data Teknis/Rekayasa (Technical/Engineering Database: Development, Updating, Managing)
  1. TEKNOLOGI / REKAYASA PROSES (PROCESS/PRODUCTION ENGINEERING)
    • Peleburan (Foundry)
    • Pencetakan (Casting, Die Casting)
    • Penempaan (Forging)
    • Pembentukan (Forming, Plate Works, Wire Drawing)
    • Perlakuan Panas (Heat Treatment, Surface Treatment)
    • Penyambungan (Metal Joining, Welding, Riveting, Gluing)
    • Pemesinan (Machining)
    • Proses Enerji Fisik, Listrik, Cahaya, Kimiawi (Physical, Electrical, Light, Chemical, Non conventional: EDM, LBM, ECM, WJM)
    • Perakitan/Fabrikasi/Pembuatan Perkakas (Assembling, Fabrication, Tool Making)
    • Pemrosesan Material Komposit (Tape Lying, Filament Winding, Curing)
    • Otomasi, Robotika (Automation, Robotic)
  2. TEKNOLOGI / REKAYASA PENGUKURAN/PENGETESAN, PEMELIHARAAN (METROLOGY, TESTING, MAINTENANCE)
    • Metrologi Geometrik (Geometrical/Dimensional Metrology)
    • Metalurgi Fisik , Struktur (Physical, Chemical/Structural Metalurgy)
    • Pengukuran Teknis (Engineering Measurement)
    • Pengetesan Mesin & Re-kalibrasi (Machinetools Testing & Re-Calibration)
    • Pengetesan Produk (Product Testing)
    • Pembuatan Prototipe (Prototyping)
    • Analisis Kegagalan (Failure Analysis)
    • Pemeliharaan Sarana, Informasi, Prosedur, dan Produk
  1. TEKNOLOGI / REKAYASA PERENCANAAN DAN PENGELOLAAN PRODUKSI (ENGINEERING PROCESS PLANNING, SCHEDULING, MONITORING, EVALUATING, MANAGING)
    • Perencanaan Proses (Process Planning, NC Programming)
    • Perkiraan/Perencanaan & Perhitungan Ongkos (Cost Calculation, Cost Planning)
    • Pemantauan dan Optimasi Proses (Process Monitoring & Optimization)
    • Penjamin Mutu (Quality Assurance)
    • Penyiapsediaan/Pengalokasian & Penjadwalan (Allocation & Schedulling)
    • Pengauditan (Procedure, Process, Quality Auditing)
    • Pengelolaan Sumber Daya (Resources Management)
    • Pemantauan dan Rekayasa Pasar (Market Research/Monitoring, Market Engineering)
    • Pengembangan, Pembaruan, dan Pengelolaan basis Data Administratif & Logistik (Administrative & Logistic Database)
    • Sistem Informasi Produksi (Production Information System)
  2. PENGELOLAAN ORGANISASI / PERUSAHAAN (ORGANIZATION, ENTERPRISE MANAGEMENT)
    • Standardisasi (Standardization: Enterprise, Local, National, Regional, International)
    • Peraturan, Undang-Undang, Kontrak Kerja sama
    • Pengembangan dan Pengelolaan SDM (Human Resources Management & Development)
    • Prosedur Kerja Standar Organisasi
    • Strategi Perusahaan/Organisasi Jangka Panjang (Strategic Planning)
    • Akuntansi (Cost Accounting/Auditing)
    • Pengauditan Lingkungan (Environmental Auditing)
    • Sistem Informasi Manajemen & Pengambilan Keputusan (Management Information System, Decission Support System)
    • Sistem Manajemen Kualitas, Finansial Lingkungan, Resiko

Gambar berikut menunjukkan penjenjangan berdasarkan teknologi yang diterapkan di Industri manufaktur.

Gambar-19_Pembelajaran & Litkayasa Bengkel Teknik Mesin

Gambar- 19 Pembelajaran & Litkayasa Bengkel Teknik Mesin [3]

Gambar-20_Pohon Kebisaan Pengecoran

Gambar- 20 Pohon Kebisaan Pengecoran [3]

Beberapa yang perlu dicatat mengenai gambar di atas adalah :

  • Cabang kebiasaan untuk jalur Teknisi Pembuatan Perkakas pada pohon kebisaan Pemesinan (Machining) bisa dicangkokkan pada cabang jalur teknisi menjadi Teknisi Pembuatan Pola & Cetakan (khususnya pola/cetakan dari bahan metal, atau yang memiliki bentuk geometri yang rumit).
  • Pencabangan jalur Teknisi Pengecoran Umum menjadi :
    • Teknisi Pembuatan Pola
    • Teknisi Pembuatan Cetakan, dan
    • Teknisi Peleburan-Penuangan-Pembongkaran

Lebih ditekankan pada aspek pembagian tugas. Karena ketiga jalur ini masih memiliki ciri umum yang sama (pengecoran), dan dianggap tidak memiliki jenjang yang lebih tinggi dari IIID, mereka (yang berpotensi, dan organisasi menyetujui) bisa dijenjangkan lebih lanjut pada jalur Teknisi Pengecoran Umum  (dari IVA sampai IVE). Selain itu, bagi pembuat pola yang berpotensi dan memiliki bakat merancang , dapat meneruskan ke jalur Teknisi Perancangan Produk Cor (mulai dari jenjang IIIC atau saat mereka berada pada jenjang IIID).

  • Teknisi Perancangan Produk Cor tidak hanya merancang produk cor melainkan juga pola / cetakannya.
  • Teknisi Pengujian/Pengetesan bahan bisa meneruskan karirnya sebagai Teknisi Pengujian & Penjamin Mutu Pengecoran mulai dari jenjang IIIA sampai dengan IIIC.

 

PENUTUP

Tiada gading yang tak retak, tentunya dengan segala keterbatasan yang ada, penulis menghaturkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya jika di dalam tulisan ini masih terkandung dan tertulis kesalahan-kesalahan. Namun satu hal yang perlu dicatat adalah, bahwa peningkatan mutu pendidikan tinggi yang ada di Bangsa ini tidak terlepas terhadap mutu sumberdaya yang mengelolanya. Yang dimaksud sumberdaya manusia di sini adalah seluruhnya, bukan sekelompok orang, ataupun segelintir orang.

Institusi pendidikan tidak perlu malu-malu untuk mengadopsi sesuatu pemikiran yang berasal dari Industri untuk memajukan pendidikan yang ada di Negara ini. Untuk saat ini memang demikian kondisi atau kenyataannya, bahwa ujung perkembangan teknologi baru adanya di Industri. Karena mereka memiliki uang yang berlebih, karena mereka sedemikian fokusnya kepada kepuasan pelanggan, karena mereka sadar betul apa makna product reject bagi perusahaannya, dan mereka lebih sadar akan konsekwensi jika teknologi yang digunakannya telah using atau tertinggal, dan mereka faham betul arti market / pasar penjualan dan segala konsekwensinya,…….dan masih banyak lagi.

Mari kita sama-sama menerjemahkan kata world campus university atau research university yang bukan hanya menggalakan penelitian-penelitian dan dipublish di jurnal-jurnal internasional ataupun nasional. Yang kebetulan saat ini sedang menjadi trend di sistem pendidikan bangsa ini, namun kita juga harus menyadarinya bahwa sumber daya potensial yang dimiliki adalah manusia, yang mengelola dan menjalankan roda-roda pendidikan di bangsa ini. Sehingga sudah sepantasnyalah agar seluruh elemen yang terkait diberi porsi pengembangan dan kejelasan kariernya.

 

DAFTAR PUSTAKA

[1] SK Direktur Politeknik Manufaktur Bandung No: 22/N10.1.8/KEP/KP/05.2000 Tentang Uji Coba Penerapan Jenjang Karir Fungsional dan Angka Kreditnya Untuk Penjenjangan Awal Pegawai Politeknik Manufaktur Bandung, Bandung, 10 Mei 2000

[2] Laporan “PENGEMBANGAN PROFESI ENGINEER di NAM (National Astra Motor)” oleh Team Konsultan (Mesin, FTI-ITB) yang beranggotakan Dr. Ir. Djoko Suharto, Dr. Ir. Taufiq Rochim, Dr. Ir. Rochim Suratman, Dr. Ir. Bambang Widjanto sebagai, Bandung, Bulan April 1992

[3] Taufiq Rochim, Tujuh Tahap Dalam Rekayasa Peniruan, Reverse Engineering Workshop; Puslitbang PT PLN (Persero), Jakarta, 23-24 Mei 2012

 

Soroako-Sulawesi Selatan, 20-Maret-2017

Ir. Duddy Arisandi, S.T., M.T.

Dosen Akademi Teknik Soroako

 
15 Komentar

Ditulis oleh pada Maret 20, 2017 inci Pendidikan, Sistem Pendidikan

 

Tag: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,